Cowok Hamil

Perasaan macam apa ini (?) {2}



Perasaan macam apa ini (?) {2}

0"Ya ampun Rio, gimana ceritanya kamu bisa jatuh?"     

Jamal dan Rio mengerutkan kening, menatap heran kepada ibu Marta dan ibu Hartati yang sedang berjalan mendekati mereka. Wajah kedua wanita itu terlihat sangat panik.     

Jangan heran kenapa ibu Hartati dan ibu Marta bisa nyelonong masuk ke dalam rumah mereka, meskipun tadi Jamal sudah mengunci pintu utama. Karena meskipun rumah itu sudah dihadiahkan untuk Jamal dan Rio, tapi ibu Marta masih memegang kunci duplikatnya. Ibu Marta dan ibu Hartati juga kadang sering tiba-tiba sudah berada di rumah itu, saat Jamal dan Rio baru pulang sekolah. Sebagai orang tua tentu saja mereka berdua tidak lepas tangan begitu saja.     

"Sayang... kenapa nggak kasih tau mama kalau kamu habis jatuh?" Panik ibu Marta ketika ia sudah berdiri di samping Rio. Tangan kanannya mengalung di pundak Rio, semantara telapak tangan kirinya ia letakan di atas perut Rio. "Gimana keadaan kamu dan bayi mu? Apa baik-baik aja?" Wajah wanita itu terlihat panik.     

"Baik-baik aja kok, ma?" Jawab Rio. Wajahnya masih terlihat bingung. "Mama tau dari siapa?"     

"Dokter Mirna yang kasih tau mama," jawab ibu Marta. "Kenapa kamu nggak langsung telfon mama sih?" Omel wanita itu setelahnya.     

"Aku nggak mau mama khawatir. Lagian kan semuanya baik-baik aja." Jelas Rio.     

Sementara ibu Hartati terlihat mengerutkan kening, sambil menatap iba pada wajah Jamal yang dipenuhi dengan luka.     

Yang ditatap mengangguk takjim seraya tersenyum nyengir.     

"Lho... nak Jems kenapa mukanya babak belur? Apa habis berantem?" Telapak tangan ibu Hartati mengulur, lalu dengan lembut menyentuh dagu menantunya. "Emang gimana ceritanya kok bisa sampe kayak ini?" Wajah ibu Hartati menatap miris pada luka-luka di wajah Jamal.     

"Tumben Mal, kok lukanya sedikit?" Komentar ibu Marta setelah ia mengamati wajah putranya. Jangan lupakan telapak tangan ibu Marta yang masih nemplok di atas perut Rio. "Bagus deh, berarti ada kemajuan-" Sindir wanita itu.     

Mendengar itu Jamal hanya memutar bola matanya malas. Sementara Rio dan ibu Hartati mengkerutkan kening. Mereka menatap heran dengan sikap ibu Marta. Bisa-bisanya ibu Marta tidak khawatir dengan keadaan putranya yang terlihat memprihatinkan.     

Mau bagaimana lagi? Yang dikatakan sama ibu Marta memang benar. Luka Jamal yang sekarang memang tidak apa-apanya dibanding dengan luka-luka sebelum ini. Ibu Marta sudah terlalu lelah untuk mengkhawatirkan keadaan putra sematawayangnya. Karena tidak hanya satu dua kali Jamal pulang sekolah dalam keadaan babak belur, tapi berkali-kali. Jadi jangan salahkan ibu Marta kalau ia biasa saja melihat wajah Jamal penuh dengan luka memar.     

Sekedar informasi, ngomong-ngomong, sejak Jamal tinggal bersama Rio, ibu Marta merasa jauh lebih tenang sekarang. Tenang bukan berarti ibu Marta lepas dari tanggung jawab terhadap anaknya. Tapi karena sejak Jamal menikah dan tinggal berdua dengan Rio, wanita itu sudah tidak pernah lagi kedatangan tamu yang mengaku-ngaku di hamili oleh putranya. Kabar kenakalan Jamal juga tidak pernah masuk lagi di telinganya.     

"-pasti semua berkat Rio," lanjut ibu Marta.     

Mendengar itu kening Rio berkerut, ada sesuatu yang janggal di hatinya lantaran ia merasa tidak pernah melakukan apapun untuk Jamal.     

"Bu Marta gimana sih? Orang muka bonyok gini kok nggak khawatir." Cletuk ibu Hartai. Kemudian wanita sederhana mendudukan dirinya di tepi ranjang, disamping Jamal. "Sini biar ibu obatin lukanya." ucap ibu Hartati sambil meraih pergelangan Jamal, manriknya perlahan.     

"Nggak usah deh bu," tolak Jamal. Bola matanya menatap Rio yang juga sedang menatap dirinya. "Biar dilanjut Rio aja, nanti." ucapnya, menatap penuh harap kepada Rio.     

"Kenapa harus Rio sih Mal?" Protes ibu Marta. "Kasian istrimu, dia kan habis jatuh. Udah biar mertua kamu aja. Rio biar istirahat."     

Rio menelan ludah, saat mendengar kata 'istrimu' meluncur mulus dari mulut ibu Marta.     

Ibu Hartai tersenyum simpul, kemudian kembali menarik pergelangan Jamal yang sempat terlepas. "Udah ama ibu aja, sama aja kok." bujuk wanita itu.     

Dengan perasaan malas dan sangat terpaksa, akhirnya Jamal pasrah. Ia beringsut, memangkas jarak dengan ibu Hartati. Remaja itu terdiam, ketika ibu Hartati bersiap membersihkan lukanya.     

Bersamaan dengan itu, terlihat ibu Marta mendudukan dirinya di tepi ranjang beradu punggung dengan besannya, berhadapan dengan Rio di depannya.     

Jamal mendengukus pelan, tiba-tiba ia merasakan aneh pada dirinya sendiri. Mengapa ia merasa kesal lantaran bukan Rio saja yang melanjutkan membersihkan lukannya. Tapi untung saja posisi duduk Rio menghadap ke arahnya. Sehingga, ia bisa sesekali curi padang ke arah cowok itu, ditengah ibu Hartati sedang mengobati wajahnya.     

"Ohiya sayang, mama mau nanya itu lupa terus." Celetuk ibu Marta sambil memberi pijatan ringan di pergelangan Rio.     

"Tanya apa ma?" Heran Rio.     

"Kamu sering bantu Jamal belajar kan? Soalnya mama pingin Jamal bener-bener berubah. Mama pingin dia pinter kayak kamu. Tau sendiri kan? nantinya Jamal bakal nerusin perusahaan papanya. Kalau dia enggak pinter, bisa gawat nanti."     

Pertanyaan ibu Marta membuat Rio terdiam. Remaja itu menelan ludah, terlihat bingung untuk menjawabnya. Soalnya selama ini Rio tidak pernah mau mengajari Jamal belajar. Atau lebih tepatnya tidak perduli sama sekali.     

Kening Rio berkerut, manik matanya menetap ke arah Jamal yang juga sedang menatap dirinya.     

"Iya mah, tiap malem aku diajarin sama dia," ucap Jamal berbohong. Entahlah ia tiba-tiba saja ia merasa peka dengan kebingunan Rio.     

Jawaban Jamal membuat mata Rio menyipit, menatap heran cowok itu. Kenapa Jamal berbohong? Maksudnya apa coba? Bukanya ini kesempatan bagus bagi Jamal untuk menjatuhkan Rio? Yang udah-udah bukanya seperti itu.     

Berbeda dengan Rio yang sedang bingung, terlihat  senyum ibu Marta mengembang. Wanita itu sangat senang mendengarkan jawaban Jamal. Sekilas ibu Marta menoleh ke arah putranya, lalu kembali fokus menatap Rio. "Ah terima kasih sayang..." kedua telapak tangannya membingkai wajah bingung Rio. Menariknya perlahan, hingga membuat kepala Rio merunduk. Cup! Ibu Marta menghadiahkan kecupan di kening Rio. "Dari awal mama udah yakin. Kamu pasti bakal bikin Jamal berubah."     

Aneh dan tidak nyaman. Perasaan itu yang tengah dirasakan oleh Rio saat ini. Bagaimana tidak? Menerima hadiah dan pujian sebagai imbalan atas sesuatu yang tidak pernah Rio lakukan? Itu bukan sifat Rio yang sesungguhnya.     

Membahagiakan orang dengan jalan kebohongan benar-benar membuat Rio merasa tidak nyaman.     

"Tapi mah__"     

"Bu, besok minta tolong ibu yang ketemu sama kepala sekolah dong. Soalnya tadi Rio belum sempet ijin."     

Jamal sengaja memotong kalimat Rio. Ia tahu kalau Rio pasti akan menjelaskan yang sebenarnya kepada ibu Marta. Oleh sebab itu Jamal mencoba mengalihkan pembicaraan.     

"Oh... gitu? Yaudah besok ibu ke sekolah kalian," ucap ibu Hartati sambil dengan lembut membersihkan luka di wajah Jamal.     

Kening Rio kembali berkerut sambil menatap heran ke arah Jamal, yang sedang tersenyum nyengir kepadanya. "Apaan sih?" batin Rio.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.